SIGNY – a Story Behind Part 1




Assalamualaikum, bagaimana kabar kalian hari ini? Semoga kita selalu dalam lindungan Allah ^^

Seperti yang udah-udah, kali ini aku membuat a story behind untuk naskah terbaruku yang berjudul Signy.

Kali pertama aku menulis Signy adalah sekitar bulan November 2018. Waktu itu, rencananya naskah ini mau aku ikutkan dalam sebuah lomba menulis yang diadakan oleh salah satu penerbit.

Aturan main lomba tersebut adalah setiap peserta mengunggah ceritanya di Wattpad tiap minggu (selama tiga bulan kalau nggak salah). Dan, hingga periode lomba berakhir, aku berhasil menyelesaikan 12 bab (belum tamat sih, hehehe).

Ide awal Signy bermula dari syarat lomba yang mengharuskan tokoh utama perempuan berkarakter kuat, cerdas, dan punya prinsip hidup. Mikir keras dong gimana bikin karakter model begitu, secara karakter cewek di ceritaku rata-rata cewek lemah dan teraniaya gitu. Setelah riset ke sana kemari, akhirnya tercetuslah karakter Signy. Oh, nama Signy tuh aku temukan waktu ngubek-ngubek Google demi mencari nama perempuan yang unik dan jarang dipakai.

Soal ide ceritanya, aku terinspirasi dari drama Korea berjudul Twenty Again yang dimainkan oleh Choi Jiwoo dan Lee Sangyoon. Bukan karakter Ha Nora—yang diperankan oleh Choi Jiwoo—yang menginspirasiku, melainkan anak laki-lakinya, Kim Minsoo, yang diperankan oleh Kim Minjae.

Karakter Minsoo yang serius banget, pintar, dan suka banget belajar membuatku seketika ingin membuat versi cewek dari dia. Ada sesuatu yang membuatnya jadi seperti itu; yang belajar terus, seakan dia bakal kudisan kalau nggak belajar. Itu karena ayahnya yang seorang dosen (di tempatnya kuliah) dan memiliki prestasi ciamik. Sang ayah pengin anaknya bisa sukses seperti dia. Beban berat nggak tuh?

Lalu, aku tambahkan sesuatu yang membuat ‘beban’ Signy berlipat ganda. Yang membuat dia lebih berambisi untuk menjadi yang terbaik. Apa itu? Kedua kakaknya yang sukses.

Dibanding cerita yang pernah aku buat, bisa dibilang Signy adalah cerita berat pertama yang aku buat. Vibe-nya nggak secerah cerita-ceritaku yang lain, yang cenderung ringan, ceria, dan agak konyol.

Namun, karena aku nggak mau kehilangan ‘jati diri’, aku tetap memasukkan unsur ceria di cerita ini. Dan, itu berasal dari Raden Mas Arlov yang gantengnya nggak ketulungan. Kehadiran Arlov, sedikit banyak membuat cerita ini nggak kelam-kelam amat.

Berbeda dengan Signy yang serius banget, Arlov adalah sosok yang santuy abis. Benar-benar dua kepribadian yang bertolak belakang, yes? Signy sebal dengan Arlov dan ke-santuy-annya, sementara Arlov sebal dengan Signy dan keseriusannya. Gimana kalau dua orang berbeda karakter itu dipertemukan? Siapa yang bisa bertahan?

Awalnya, aku agak ketar-ketir dengan respons pembaca. Soalnya, naskah ini tuh unsur romansanya dikit banget. Lebih banyak membahas tentang… Signy dan segala ketidakpuasannya.

Sudah menjadi rahasia umum kan kalau pembaca lebih senang dengan naskah yang so sweet dan mengandung kebaperan level tinggi (aku pun sebenarnya suka banget sama cerita kayak gitu). Bukannya mau sok-sokan anti-mainstream dengan mengatakan: Aku bosen sama cerita teenlit yang cinta-cintaan mulu. Yang bucin mulu. Karena itu, aku pengin membikin gebrakan dengan membuat cerita teenlit yang nggak cuma cinta-cintaan!” Bukan, bukan kayak gitu. Karena sekali lagi, aku nggak ada masalah sama cerita teenlit yang mengandung perbucinan (aku juga senang baca kayak gitu).

Namun, lebih ke mencoba menantang diri sendiri (ceileh bahasanya). Kayak, aku bisa nggak sih bikin cerita teenlit yang unsur romansanya dikit? Kira-kira, pembaca pada suka nggak, ya? Kekhawatiran kayak gitu wajar nggak sih? Hehehe.

Ada masalah nggak ketika mengerjakan draft naskah Signy? Oh, ya jelas ada, Esmeraldah. Terutama soal penguatan karakter.

Membuat karakter Signy konsisten judes dan serius itu nggak mudah. Membuat karakter Arlov pun juga tantangan sendiri. Gimana caranya, aku—yang bercandaannya selalu garing kayak kanebo kering ini—bisa membuat karakter dengan jokes-jokes yang seenggaknya membuat pembaca geleng-geleng nggak habis pikir.

Maaf, ya, kalau candaannya Arlov jatuhnya garing, bukannya lucu. Soalnya si penulisnya nggak bisa ngebanyol sih, hehe (alasan).

Lalu, apakah Signy berhasil menang di lomba tersebut? Alhamdulillah, nggak. Wwkwkwkwk. Namun, aku nggak meratapi nasib sambil nangis di pojokan kayak biasanya gara-gara kalah lomba—lagi. Aku udah (sok-sokan) legawa.

Terus, naskahnya diapain? Dianggurin, wkwkwkwk. Soalnya, lagi (sok) sibuk ngedit naskah penulis lain (ceritanya jadi editor lepas gitu). Ditambah, jujur aja aku nggak tahu mau dibawa ke mana hubungan kita  ceritaku.

Terus, kok bisa terbit di Cabaca? Nantikan kelanjutan ceritanya di part 2, hehehe.

Omong-omong, kalian udah baca Signy  belum? Langsung aja cus ke sini.

Sekian dulu curhatan terselubungku kali ini.
Semoga kita senantiasa berada dalam lindungan-Nya.
Jangan lupa bersyukur ^^

Wassalamualaikum.
SIGNY – a Story Behind Part 1 SIGNY – a Story Behind Part 1 Reviewed by Dhea Safira on August 30, 2019 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.