![]() |
|
“The
purpose of our lives is to be happy” –Dalai Lama
|
[Diikutkan
dalam kontes review Seri Audy]
Judul buku : The Chronicles of Audy : 4/4
Penulis : Orizuka
Penyunting : Yuli Yono
Cover dan illustrator : Bambang 'Bambi' Gunawan
Penerbit : Haru
Nomor ISBN : 978-602-7742-53-6
Jumlah Halaman :314 halaman
Cetakan pertama, Juni 2015
*************************************************************************
Kuakui aku bertingkah (super) norak soal ini,
tapi kenapa dia malah kelihatan santai-santai saja?
Setengah mati aku berusaha jadi layak untuknya,
tapi kenapa dia malah kelihatan santai-santai saja?
Setengah mati aku berusaha jadi layak untuknya,
tapi dia bahkan tidak peduli!
Di saat aku sedang dipusingkan oleh masalah percintaan ini,
seperti biasa, muncul masalah lainnya.
Tahu-tahu saja, keluarga ini berada di ambang perpisahan!
Aku tidak ingin mereka tercerai-berai,
tapi aku bisa apa?
Ini, adalah kronik dari kehidupanku
yang masih saja ribet.
Kronik dari seorang Audy.
Melanjutkan dari
kronik kehidupan Audy yang masih saja ribet, di novel ketiga ini ada
bumbu-bumbu cinta yang lebih banyak daripada novel terdahulu.
Ya cinta kepada
keluarga, juga *ehem*…… cinta kepada lawan jenis.
Meski pada akhir
buku kedua tidak dijelaskan secara tersurat tentang jawaban Audy terhadap si Rex
yang menembaknya, tapi tentulah sebagai pembaca (apalagi yang daya imajinasinya
tinggi) bisa menerka-nerka apa maksud ucapan si Audy.
“Kamu, Rex Rashad, adalah entitas yang membuatku jadi mengharapkan hal-hal yang sebelumnya nggak pernah kupikirkan. Kamu harus tanggung jawab. Cepat jadi orang yang bisa kuandalkan, lalu minta jawabanku.”
Tapi, menyukai
remaja 17 tahun yang labil tapi genius itu susah-susah gampang. Si Audy kerja
keras banget supaya bisa menjadi layak di mata Rex, apalagi Audy mendapati
fakta kalau IQ Rex itu 152!
Gara-gara Rex
bilang kalau IQ bisa bertambah -salah satunya dengan main kubik-rubik- jadilah
Audy bersemangat main kubik-rubik, meninggalkan skripsinya yang entah sudah berapa
lama tidak dia selesaikan.
Perkembangan
skripsi Audy? Entahlah.
Audy-nya aja
nyantai, kenapa kita-kita yang pada heboh. *Hehehe*
Seperti biasa, bukan
Audy namanya kalau nggak bikin dirinya sendiri dan orang lain di sekitarnya
malu. Banyak banget adegan memalukan yang bikin aku sampai geleng-geleng
kepala. Audy….. Audy…..
Apalagi semenjak
dia ingin selevel dengan Rex, which is kinda impossible. Dan nahasnya,
Rex yang sering jadi korbannya. Karena itu, Audy sering sekali tanya ke Rex “Kamu
masih suka aku, Rex?”
Maura juga dapet
porsi banyak di sini. Dia salah satu tempat Audy curhat, terutama kalau itu ada
hubungannya dengan kelabilan Rex juga tentang keinginannya menyamai Rex.
“Kalau yang kamu maksud, kamu mau menyamai dia….. tentu sulit,” katanya kemudian. “Susah menebak jalan pikirannya. Apalagi mengejar langkahnya."“Dari awal, Rex berjalan sendirian. Dia berlari sendirian. Regan punya ayahnya. Romeo punya ibunya. Begitu Rafael lahir, Rafael punya semuanya,” kata Maura lagi. “Tapi Rex, Rex selalu sendirian. Nggak ada yang benar-benar memahaminya.”
*Sini deh
Rex, aku temenin*
Aku sedikit
mengerti tentang si Rex ini. Keluarganya selalu memberi ruang tersendiri bagi
Rex, mengira itu yang memang diperlukan Rex. Tapi justru, ruang itu
menjadikan jarak tak kasat mata antara Rex dan keluarganya.
Orang-orang
seperti Rex ini, meski tampak luarnya acuh dan sok nggak butuh perhatian, tapi
sebenarnya dia juga menginginkan hal itu. Dia ingin diperlakukan seperti pada
umumnya. Wajar kalau semakin hari, Rex semakin pendiam.
Eh tapi, masalah
nggak cuma milik Audy seorang. 4R punya masalah sendiri-sendiri. Dan semua itu
berhubungan dengan rencana masa depan. Khusus Audy dan Romeo, ada unsur masa
lalunya juga, sih.
Bisa dibilang inti
konflik di seri ini adalah tentang sebuah perubahan, yang berhubungan dengan
masa depan, yang karena itu menyebabkan 4R diambang perpisahan.
"Aku cuma nggak peduli tempat kita tinggal," katanya, membuat mata Romeo melebar."Yang penting, aku tahu ke mana harus pulang."
Rencana Rex ini
membuat Audy, lagi-lagi galau karenanya.
Aku paham, bukan
rencana itu yang bikin Audy marah sama Rex, tapi kenapa Rex nggak memberitahu
sebelumnya. Itu seperti Rex nggak menganggap Audy penting. Yah, tapi mau bagaimana
lagi. Tau sendiri kan jalan pikirannya orang genius seperti apa? Lebih rumit
daripada logaritma sekalipun.
Satu hal yang
tidak aku sangka. Jika di buku sebelumnya tidak ada tanda-tanda Romeo ada rasa
dengan Audy, di buku ini….. emm…… Romeo mulai ‘berbicara’.
Romeo menepuk kepalaku. “That’s my girl.”
Bahkan aku berani
bertaruh, #TeamRomeo pasti akan langsung bersorak sorai saking girangnya. Di
buku ini juga (menurutku) terjadi awal perdebatan apakah Audy akan berakhir
dengan Romeo atau dengan Rex.
Seperti yang
pernah aku bilang, meski penampilannya seperti tunawisma, dan hidupnya kelewat
santai, Romeo adalah yang paling perasa di antara semuanya. Jomplang banget.
Tapi, somehow, sifat
Romeo ini seperti diriku *bukannya mau nyama-nyamain*. Kalau dilihat dari
mukanya, sepertinya dia adalah orang yang paling santai di dunia, yang nggak
punya masalah apa pun. Tapi justru, sebenarnya dia memikirkan banyak hal,
mengkhawatirkan keluarganya, hanya saja dia lebih memilih tidak menampakkannya.
Dia lebih memilih menyimpan masalah dalam hati.
“Mas Regan ternyata kesulitan menghidupi kami. Rex punya cita-cita sendiri. Rafael dikeluarin dari sekolah. Memang cuma aku yang hidup nyaman.”
Bumbu-bumbu cinta
segitiga ini yang menurutku menjadi salah satu hal yang membuat aku tertarik. Selain
tentunya ceritanya yang bikin ngakak, senyum-senyum sendiri, sedih, campur jadi
satu, kayak bibimbap.
Audy masih sama,
konyol dan memalukan seperti biasanya.
Regan, masih
bijaksana dan bertanggung jawab seperti dulu.
Romeo, masih sok
santai namun sisi perasanya terasa sekali.
Rex, masih sok
cuek -tapi tetep membuat nuna-nuna kleper-kleper.
Rafael, masih si
bayi genius yang so sweet sekali di sini.
Interaksinya
dengan Audy bikin aku senyum-senyum sendiri. Untung si anak ini masih bayi.
Kalau dia udah gede, bisa jadi saingan beratnya Rex dan Romeo untuk mendapatkan
Audy.
Oh ya, Si Regan di
sini…. kelihatan banget rasa sayangnya sama adik-adiknya. Dan dia membuktikan
ucapannya kalau dia bakal memperlakukan Audy seperti memperlakukan
adik-adiknya. Beruntungnya punya kakak macam Regan. Dia juga so sweet banget
sama Maura, bikin baper ^^
"Jangan lupa Dy, kalau Rex hanya 1/4," kata Regan lagi. "3/4 sisanya juga membutuhkan kamu, sama besarnya."
Si Missy ini meski
scene-nya nggak banyak, tapi mampu membuat si Audy kembali ke alam
sadarnya. Yah, gaya bicaranya sedikit sarkastis, tapi….. kalau nggak gitu….
Audy akan kehilangan arah dan semakin terjebak dalam delusinya.
“Itu jelas!” sembur Missy lagi. “Apa lo bahkan pernah bisa mikir, Dy?”
Quote
favoritku :
"Apa sih Rex yang bikin kamu suka aku?" tanyaku, tak tahan lagi."Maksudku, selain teori Plato itu. Harusnya, secara hukum alam atau apalah, kamu gemes -bukan dalam artian baik- sama orang-orang kayak aku, kan? Aku... salah satu orang yang nggak bisa ngerjain soal logaritma
mudah itu."Tatapan Rex kembali terfokus padaku. "Tapi kamu satu-satunya orang yang pengin aku ajarin soal logaritma itu."
*Inhaler, aku butuh inhaler. Secepatnya!*
Yah, serumit apa pun logaritma,
kalau Rex yang ngajarin, aku sih mau-mau aja, ^0^
Pada intinya, sama seperti
pendahulunya, novel ini bagus banget. Nggak nyesel pokoknya kalau baca series
ini. Kita akan disuguhkan dengan kehidupan keluarga yang penuh canda, tawa,
juga masalah.
![]() |
| Penampakan bookmark-nya |
*I
got Rex!! Yippi!*
Untuk 4/4, warna pinggirannya
adalah ungu.
“Karena selain keluargaku, 4R adalah sumber kebahagiaanku. Mereka semua 4/4, sama besarnya.”
4.35 / 5.00 J for this amazing novel ^_^
Book Review | The Chronicles of Audy : 4/4
Reviewed by Dhea Safira
on
August 06, 2016
Rating:
Reviewed by Dhea Safira
on
August 06, 2016
Rating:





No comments: