Mengenal Jenis-Jenis Penerbit Buku (Apa Saja Kelebihan dan Kekurangannya?)



Assalamualaikum.
Akhirnya, setelah berbulan-bulan, aku bisa update blog juga. Ceritanya sih sok sibuk gitu (padahal ya kerjaannya cuma rebahan doang), sampai-sampai aku nggak sempat nulis di blog. 

Kali ini, aku pengin membahas tentang sesuatu yang perlu diketahui oleh penulis pemula (termasuk aku, hehe). Apa itu? Yaitu mengenal jenis-jenis penerbit buku.

Lho, memangnya faedahnya mengenal jenis-jenis penerbit buku tuh apa? Kalau mau kirim naskah ke penerbit kan ya tinggal kirim. Gitu aja kok repot!

Ya nggak gitu juga, Esmeraldah. Dengan kalian tahu apa saja jenis-jenis penerbit buku, kalian bisa terhindar dari yang namanya salah server. Maksudnya? Maksudnya, kalau kalian pengin novel kalian terpajang cantik di toko buku, ya jangan kirim naskah kalian ke penerbit indie atau penerbit platform digital. Sampai sini paham?

Setiap penerbit punya kebijakannya masing-masing. Nah, kebijakan yang diterapkan penerbit tergantung pada jenis penerbit buku tersebut. Kalian bisa memilih kebijakan mana yang sesuai dengan selera kalian.

Kalau begitu, apa saja sih jenis-jenis penerbitan buku?

1.     Penerbit Mayor
Penerbit jenis ini memiliki jangkauan yang sangat luas. Kalau kalian pengin buku kalian diterbitkan secara massal dan dipajang di toko buku, penerbit mayor-lah jawabannya. Beberapa penerbit mayor di Indonesia di antaranya adalah Gramedia Pustaka Utama, Grasindo, Elex Media Komputindo, Bhuana Ilmu Populer, M&C, GagasMedia, Haru, dan masih banyak lagi. 

Dua novelku: Kiyomi Little Wish: #Heartthrob dan Rooftop Romance dan satu cerpenku: Efemeral (yang tergabung dalam antologi cerpen Colors of Life) diterbitkan oleh penerbit mayor. Kiyomi Little Wish: #Heartthrob dan Colorsof Life diterbitkan oleh Grasindo sementara Rooftop Romance diterbitkan oleh Histeria Publisher (imprint Penerbit Anak Hebat Indonesia).

Omong-omong, kalian sudah beli dan baca novel-novelku belum?  :)

Kelebihan Penerbit Mayor di antaranya:

  •  Jangkauan penyebaran buku luas.
  • Sekali cetak, bisa sampai ribuan eksemplar
  • Buku kalian akan dipajang di toko buku seluruh Indonesia (Gramedia, Togamas, dll) juga dijual di toko buku online.
  • Naskah kalian ditangani oleh orang-orang ahli yang memang kompeten di bidangnya (mulai dari diedit oleh editor, diperiksa oleh proofreader, dibuatkan layout oleh layouter, dan dibuatkan cover oleh designer cover).
  • Dengan ditangani oleh orang-orang profesional, kalian akan mendapat banyak ilmu dan pengalaman soal penerbitan buku.
  • Meskipun royalti tidak terlalu besar (sekitar 10-20%, itu pun sebelum dipotong pajak), tetapi karena persebaran buku yang luas, kesempatan buku kalian dibeli orang akan lebih besar. Bahkan, ada beberapa penerbit yang memberikan uang muka.
  • Kalian tidak perlu mengeluarkan uang selama proses penerbitan buku. Penerbit yang menanggung segala biaya.
  • Transparansi soal laporan penjualan dan royalti yang sangat detail. Jadi, jangan takut jika penerbit melakukan kecurangan.  
  • Ada semacam kebanggaan tersendiri ketika naskah kalian bisa terbit di penerbit mayor dan buku kalian dipajang di toko buku (perasaan macam ini nggak akan bisa dinilai dengan nominal. Serius deh. Soalnya aku sendiri pun mengalami hal ini).
  • Jangan minder kalau kalian penulis baru yang belum punya nama / karya / fanbase. Beberapa penerbit nggak memedulikan hal itu, yang penting naskah kalian cakep dan memiliki nilai jual. Walau memang ada penerbit yang mementingkan background si penulis.


Kekurangan Penerbit Mayor di antaranya:
  • Persaingannya sangat ketat karena tiap penerbit pasti memiliki standar tinggi. Karena itu, jangan baper kalau naskah kalian ditolak.
  • Masa tunggu konfirmasi naskah cukup lama. Biasanya, kalian harus menunggu antara 3-6 bulan (bisa lebih, bahkan). Karena, pasti banyak penulis lain yang juga mengirim naskah ke penerbit tersebut. Jadi, kalian harus banyak-banyak sabar.
  • Ada beberapa penerbit yang mengonfirmasikan kalau naskah kalian ditolak. Sayangnya, banyak juga yang nggak memberikan konfirmasi apa pun (apakah naskah kalian diterima atau tidak) bahkan setelah bertahun-tahun. Yang sabar aja.
  • Untuk beberapa kasus, proses dari draft naskah hingga menjadi buku yang bisa dinikmati pembaca, membutuhkan waktu sebentar (khususnya naskah-naskah yang dipinang editor). Namun, banyak juga yang harus membutuhkan waktu bertahun-tahun hingga buku tersebut bisa dinikmati pembaca.
  • Ketika naskah kalian di-ACC, biasanya butuh waktu beberapa bulan sebelum akhirnya naskah kalian masuk proses editing. Proses editing pun bisa memakan waktu berbulan-bulan. Belum lagi proses layout dan pembuatan naskah. Naskah Kiyomi Little Wish: #Heartthrob memerlukan waktu satu tahun setengah sebelum akhirnya resmi terbit. Naskah RooftopRomance memerlukan waktu kurang dari enam bulan sebelum akhirnya resmi terbit.
  • Jadi, kalau pengin jadi penulis, kalian benar-benar harus memiliki ilmu sabar, hehehe.
  • Royalti hanya 10-20% dan belum termasuk potongan pajak (15-30%). Ilustrasinya begini, buku kalian dihargai Rp 50.000. Royalti yang kalian terima adalah 10% dari harga buku sebelum pajak (10% dari 50.000). Biasanya, pajak 15% dikenakan kepada penulis yang sudah punya NPWP. Kalau belum punya NPWP, dikenakan pajak 30%. Jadi, royalti yang kalian dapat per buku adalah 10% x 45.000 = 4.500. Kalau buku kalian terjual 1000 eksemplar, maka royalti kalian 4.500x1000=4.500.000. Pendapatan bersih kalian setelah dipotong pajak adalah 4.500.000 – (15% x 4.500.000) = 3.825.000. Perhitungan itu hanya perkiraan. Karena semua kembali lagi ke kebijakan penerbit. Setelah kalian tahu hal itu, masihkah kalian tega menzalimi penulis dengan membeli buku bajakan atau bahkan men-download ebook ilegal? Tega banget kalau masih ada yang kayak gitu.
  • Di beberapa penerbit mayor, ada yang sangat melihat background penulis. Ada penerbit mayor yang hanya menerbitkan naskah dari Wattpad dengan jutaan pembaca maupun dari penulis yang sudah punya nama maupun dari publik figur.
Terkesan jahat dan nggak adil bagi penulis pemula? Ya memang kenyataannya begitu. Bagaimanapun, dunia penerbitan adalah bisnis. Cuan adalah nomor satu. Jadi, ketimbang sambat karena merasa diperlakukan nggak adil, mending fokus nulis dan kirim ke penerbit yang nggak cuma memandang background penulis.
Memangnya ada penerbit macam gitu? Ada kok. Buktinya, naskahku bisa terbit di penerbit mayor padahal waktu itu aku belum punya karya, nama, maupun fanbase. Yang penting kalian harus yakin dulu, jangan bisanya cuma sambat doang.

2.     Penerbit Indie
Salah satu hal yang membedakan penerbit indie dan penerbit mayor adalah pada jangkauan penyebaran buku. Selain itu juga pada banyaknya buku yang dicetak. Jika penerbit mayor mencetak ribuan eksemplar untuk satu buku, maka penerbit indie biasanya menerapkan print on demand, yang artinya mencetak sesuai banyaknya buku yang dipesan.

Ada beberapa penerbit indie yang membebankan biaya penerbitan kepada penulis ada juga yang tidak. Biaya penerbitannya pun bervariasi. Untuk apa sih biaya penerbitan itu? Tentu saja untuk membayar jasa editor, layouter, juga cover designer.
Beberapa penerbit indie ada yang memberikan fasilitas di mana buku si penulis bisa terbit di beberapa toko buku. Namun, tentu ada biaya distribusi yang dibebankan ke penulis.

Aku memang belum pernah menerbitkan novel di penerbit indie, tetapi aku menjadi editor lepas di penerbit indie. Jadi, sedikit banyak aku tahu tentang seluk beluk penerbit indie. Sekadar informasi, sampai saat ini aku sudah menjadi editor di banyak judul novel dan antologi cerpen, hehe. Sampai saat ini, aku menjadi editor lepas di beberapa penerbit indie seperti: Penerbit Hanami, AT Press Official, Penerbit Zukzez Express, Penerbit Lauza, Penerbit Inrilista. Kalian bisa coba mengirimkan naskah ke penerbit-penerbit tersebut, siapa tahu naskah kalian aku edit, hehe.

Kelebihan Penerbit Indie di antaranya:
- Masa tunggu naskah relatif lebih sebentar
- Royalti relatif lebih besar ketimbang penerbit mayor dan nggak ada potongan pajak
- Proses terbit naskah lebih cepat
- Saingan kalian relatif lebih sedikit
- Probabilitas naskah kalian ditolak jauh lebih kecil
- Menjadi solusi alternatif ketika kalian ingin memiliki buku, tapi belum pede kalau mengirim ke penerbit mayor

Kekurangan Penerbit Indie di antaranya:
- Naskah kalian nggak bisa dipajang di toko buku (kecuali kalian mau merogoh kocek lebih dalam)
- Harga buku biasanya relatif lebih mahal, karena nggak dicetak secara masal seperti di penerbit mayor
- Penjualannya hanya lewat online (ongkir menjadi kendala)
- Karena penjualannya hanya lewat online, penjualan menjadi terbatas. Akibatnya, buku yang terjual (biasanya) nggak sebanyak kalau kalian terbit di penerbit mayor. Terutama kalau kalian belum punya nama.
-  Di beberapa penerbit, kalian harus mengeluarkan uang jika ingin naskah kalian terbit.

3.     Penerbit Self-publishing
Secara garis besar, penerbit jenis ini hampir sama dengan penerbit indie. Bahkan ada yang menyamakannya. Namun, aku sih lebih suka membedakan keduanya, hehe. Memang ada beberapa penerbit indie yang sekaligus menyediakan fasilitas terbit secara self-publishing, tetapi ada juga yang nggak. 

Menerbitkan buku secara self-publishing atau bisa dibilang menerbitkan buku sendiri adalah salah satu alternatif lain jika kalian pengin punya buku sendiri. Malah, kalau kalian memiliki fanbase yang banyak, pilihan menerbitkan buku sendiri bisa memberikan keuntungan lebih. Entah itu cuan yang lebih banyak (karena kalian bisa menentukan harga jual sesuka kalian) atau keuntungan dalam hal kalian bisa memiliki hak penuh atas naskah kalian. 

Ada dua pilihan dalam menerbitkan buku secara self-published. Pertama, kalian mengerjakan semuanya sendiri (mengedit dan me-layout naskah, mendesain cover, hingga mencari percetakan). Kedua, kalian bisa mempekerjakan para profesional (editor, layouter, cover designer). Ketiga, kalian bisa mengirim naskah kalian ke penerbit yang memberikan fasilitas terbit secara self-published.

Pilihan pertama cocok bagi kalian yang memang memiliki kemampuan dalam hal mengedit, me-layout, dan membuat cover.  Hal itu bisa menekan biaya penerbitan naskah. Lumayan buat kalian yang pengin hemat. Namun, kalau kalian nggak suka ribet dan nggak punya kemampuan dalam tiga hal itu, kalian bisa mempekerjakan orang-orang yang kalian rasa mampu. Tentu saja hal itu menambah pengeluaran, tetapi demi hasil yang lebih baik, kenapa nggak? Sementara pilihan ketiga cocok bagi kalian yang benar-benar nggak mau ribet sama sekali.

Kelebihan Penerbit Self-Publishing di antaranya:
- Nggak ada masa tunggu naskah
- Kalian memiliki kebebasan 100% dalam memermak naskah. Bahasa lainnya, kalian memiliki kuasa penuh atas naskah kalian (ini cocok buat kalian yang memiliki idealisme tinggi dan nggak mau naskah kalian berubah feel-nya)
- Proses terbit naskah lebih cepat
- Menjadi solusi alternatif ketika kalian ingin memiliki buku, tapi belum pede kalau mengirim ke penerbit mayor
- Bisa dibilang, menerbitkan naskah secara self-published memberikan cuan yang lebih banyak ketimbang terbit di penerbit mayor maupun indie. Penerbitan jenis ini cocok buat kalian yang memiliki fanbase yang cukup banyak.

Kekurangan Penerbit Self-Publishing di antaranya:
- Naskah kalian nggak bisa dipajang di toko buku
- Penjualannya hanya lewat online (ongkir menjadi kendala)
- Kalian harus mengeluarkan uang untuk biaya penerbitan
- Kalau kalian memutuskan mengurus semuanya sendiri, keribetan sudah pasti nggak bisa dihindari.
- Subjektivitas penulis terlalu mendominasi kalau nggak memakai jasa editor, Sehingga, kalian cenderung merasa naskah kalian sudah oke.
- Harus mengeluarkan uang yang nggak sedikit kalau ingin mempekerjakan editor, layouter, dan cover designer.

4.     Penerbit Platform Digital
Penerbit jenis ini tergolong baru. Beberapa penerbit jenis ini di antaranya adalah Cabaca, Storial, Noveltoon, dan lain-lain. Sesuai namanya, jika kalian mengirimkan naskah kalian ke penerbit jenis ini, maka naskah kalian akan diterbitkan secara digital (bisa diakses lewat web maupun aplikasi mobile).

Novelku Signy dan juga cerpen Polaris (yang tergabung dalam antologi 00:01 Into the New Year) diterbitkan oleh Cabaca. Kalau kalian ingin membacanya, kalian harus membayar dalam bentuk koin untuk tiap bab (kecuali bab 1-3).

Hal yang sama kayaknya juga berlaku di Storial kalaui ingin membaca naskah di sana. Bedanya, di sana ada naskah premium dan yang bukan premium. Naskah bukan premium bisa dibaca secara gratis, tetapi naskah premium (untuk beberapa bab) bisa dibaca dengan membeli semacam koin. Oh, aku juga menulis satu novel premium di Storial yang berjudul Lovemate (yang bisa kalian baca di sini) dan satu cerpen di Storial, judulnya Vakanshit. Kalian bisa membacanya di sini.

Kelebihan Penerbit Platform Digital di antaranya:
- Masa tunggu naskah relatif lebih sebentar
- Proses terbit naskah lebih cepat
- Menjadi solusi alternatif ketika kalian ingin menerbitkan buku dalam bentuk baru
- Bisa diakses di ponsel, sehingga bisa dibaca kapan pun
- Tidak ada potongan pajak
- Mungkin, di antara semua jenis penerbitan, penerbit jenis ini yang paling aman dengan pembajakan.

Kekurangan Penerbit Platform Digital di antaranya:
- Naskah kalian nggak bisa dipajang di toko buku (bahkan nggak ada buku fisiknya, kecuali ada kebijakan sendiri dari penerbit)
- Beberapa orang nggak terlalu suka membaca buku di gawai, lebih suka membaca buku fisik
- Kalau platformnya belum besar, belum banyak orang yang mengetahuinya. Akibatnya, pengunjung sedikit dan berpengaruh kepada pembaca naskah kalian.

Nah, itulah sedikit gambaran tentang jenis-jenis penerbit buku. Semoga artikel ini bermanfaat. Have a nice day! 

Stay home, stay safe, stay healthy. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah. Mari berdoa semoga pandemi COVID-19 ini segera berakhir.

Wassalamualaikum.
Mengenal Jenis-Jenis Penerbit Buku (Apa Saja Kelebihan dan Kekurangannya?) Mengenal Jenis-Jenis Penerbit Buku (Apa Saja Kelebihan dan Kekurangannya?) Reviewed by Dhea Safira on March 27, 2020 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.